Morfologi dipakai oleh berbagai cabang ilmu. Secara
harfiah morfologi berarti ‘pengetahuan tentang bentuk’ (morphos). Kata
Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari
bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan
logos berarti ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi
yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna
unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
menurut Wikipedia adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai
satuan gramatikal. Morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk
kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam
kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata.
Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan
kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek
pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek
pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada
tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang
mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan
bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Dalam
pembentukan kata bahasa Indonesia terdapat beberapa proses perubahan kata dalam
membangun makna dan arti kata pokok kata
itu sendiri. Salah satunya konversi yang
akan dijelaskan dalam analisis berikut ini. Demikian akan dijelaskan proses
Konversi yang terjadi pada variasi bahasa daerah yogyakarta yang saya dapatkan melalui tanya
jawab dengan warga Yogyakarta, akan tetapi kata-kata yang diucapkan dalam
bahasa Yogyakarta sangat terbatas dalam
kekayaan morfem konversi karena sebagian yang saya temukan berupa kata menggunakan
bahasa Indonesia bukan berbahasa jawa Yogyakarta.
A. Berikut
adalah kosakata nomina yang memiliki komponen makna (+tindakan) yang sangat
terbatas Diantaranya:
Kunci
Amplas
Kikir
Sikat
Gergaji
Cangkul
Rantai
Kupas
Tutup
Ketam
Kail Kapak
Pancing
Serut
Silet Borgol
B. Analisis
Proses Konversi
Konversi
lazim juga disebut derivasi zero,
transmutasi, atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah dasar
berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain, tanpa mengubah bentuk fisik
dari dasar itu. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat(1) adalah berkategori
nomina, tetapi pada kalimat (2) adalah berkategori verba.
Pada bahasa
jawa kejawen versi yogyakarta sebenarnya tidak ada yang sama persis dengan
peristiwa pengonversian kata seperti pada pemaparan di atas, namun saya membuat
kalimat dengan contoh kosakata nomina yang memiliki komponen makna (+tindakan)
kemudian saya melakukan tanya jawab dengan orang Yogyakarta.
Kalimat 1 :
(1)
Kunci dulu rumahmu, agar lebih aman.
Nggriyane sampean kunci disik, amrih
luwih aman.
(2)
Tolong ambilkan kunci di atas meja.
Nyuwun tulung
sampean pundhutaken kunci ing nduwur.e mejo.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata kunci
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kunci berkategori verba. Penyebab sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda adalah kata kunci, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga
memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata kunci
itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata pintu yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan(- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata pisau itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 2 :
(1)
Kikir baja itu supaya lebih halus.
Kikiren waja
kuwi, amrih luweh alus.
(2)
Baja akan terasa lebih halus apabila sudah dikikir.
Waja bakal kroso luweh alus, yen wis dikikir.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata kikir
berkategori nomina, sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif
kata kikir berkategori verba.
Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun
dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata kikir, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna
(+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen
makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata kikir itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal
ini berbeda dengan kata bantal yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat)
dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata bantal itu
tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 3 :
(1)
Gergaji dulu bambu itu, baru diberi warna.
Gerajien
disik delinge iku, marine iku diwenehi warna.
(2)
Bapak
mengambil gergaji di gudang.
Bapak
mundhut geraji ing gudang .
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata gergaji
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata gergaji berkategori verba. Penyebab
sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus
kalimat yang berbeda adalah kata Gergaji,
dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga
memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata gergaji
itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata pensil yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (-tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata pensil itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 4 :
(1)
Rantai anjing galak itu, supaya tidak mengganggu.
Ranteen wae
asu galak kuwi, ben ra ngganggu.
(2)
Harga rantai itu sangat mahal.
Ajine rante
kuwi awis banget.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata rantai
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata rantai berkategori verba. Penyebab
sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus
kalimat yang berbeda adalah kata rantai,
dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga
memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata rantai
itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata boneka yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata boneka itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 5 :
(1)
Tutup tandonnya, agar tidak jadi sarang nyamuk.
Tutuppen
tandonne, ben ra dadi sarange nyamok.
(2)
Tutup botol itu terbuat dari plastik.
Tutuppe
botol kuwi digawe saking plastik.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata tutup
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata tutup berkategori verba. Penyebab sebuah nomina
tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang
berbeda adalah kata tutup, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga
memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata tutup itu
adalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata sepatu yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sepatu itu tidak bisa digunakan sebagai
verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 6 :
(1)
Kupas dulu kulitnya, baru dimakan
Oncek’en
disik kulitte, bar ngunu dipangan.
(2)
Salak kupas itu sudah habis.
Salak
oncekane kuwi wis entek .
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata Kupas
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kupas berkategori verba. Penyebab sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda adalah kata kupas, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga
memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata sikat
itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata tas yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata tas itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 7 :
(1)
Segera ketam padi itu, supaya lebih bersih.
Gya di ani-ani gabahe kuwi, ben
luweh resik.
(2)
Ketam milik ibu hilang.
Ani-anine
Ibu ical.
Dalam kalimat
(1) yang bermodus imperative kata ketam
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata ketam berkategori verba. Penyebab sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda adalah kata ketam, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga
memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata ketam itu
dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata
sabuk yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sabuk tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 8 :
(1)
Silet karton itu, supaya mudah digunakan.
Siletten
karton kuwi, ben gampang digawe.
(2)
Tangan adikku terkena silet hingga luka.
Astanipun
adhi kulo kenek’an silet nganti catu.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata silet
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata silet berkategori verba. Penyebab sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda adalah kata silet, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga
memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata silett
itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata lipstik yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata lipstik itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 9 :
(1)
Pancing dengan cacing saja, agar cepat dapat ikan
besar.
Pancingen
karo cacing ae, ben gelis antuk iwak gedhe.
(2)
Bapak dan adik memperbaiki pancing di teras rumah.
Bapha lan
adhi ndandani pancing ing mbale.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata pancing
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata pancing berkategori verba. Penyebab sebuah nomina
tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang
berbeda adalah kata pancing, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga
memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata sandal
itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata lipstik yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sandal itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 10 :
(1)
Serut esnya, sudah banyak orang yang mengantri untuk
beli.
Serutten
es’e, wes akeh wong ingkang baris gawe tumbas.
(2)
Es serut rasa durian memang enak dan segar sekali.
Es serut
rasa duren pancen eca lan seger banget.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata serut
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata serut berkategori verba. Penyebab sebuah
nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat
yang berbeda adalah kata serut, dan
sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga
memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan)
inilah yang menyebabkan kata serut
itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata radio yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata radio itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 11 :
(1)
Borgol saja tangannya, supaya tidak kabur.
Borgollen ae
tanganne, ben ra minggat.
(2)
Orang itu membawa borgol kemana-mana.
Tyang niku
ten pundi-pundi ngasta borgol.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata borgol
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif
kata borgol berkategori verba.
Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun
dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata
borgol, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan)
juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna
(+tindakan) inilah yang menyebabkan kata borgol
itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan
kata kipas yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan).
Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata kipas itu tidak bisa digunakan
sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 12 :
(1)
Kapak pohon itu karena sudah mengganggu atap rumah.
Kampak’en
wit’e amarga wis ngganggu gendhènge
griya .
(2)
Sebelum kamu lahir, kapak itu sudah ada di rumah ini.
Sak durunge
sampeyan laer, kampak kuwi wis enek ing griya niki.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata kapak
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif
kata kapak berkategori verba.
Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun
dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata
kapak, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna
(+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna
(+tindakan) inilah yang menyebabkan kata
kapak itu dalam kalimat interatif
menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sendok yang memiliki
komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna
(+tindakan) pada kata sendok itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam
kalimat imperative.
Kalimat 13 :
(1)
Amplas kayu itu, supaya tidak melukai jari orang.
Amplasen
kayu kuwi, ben ra nglarani drijine uwong.
(2)
Sore tadi kakek meminjam amplas milik ayah.
Sonten wau,
simbah ngampil amplasse Bapha.
Dalam
kalimat (1) yang bermodus imperative kata amplas
berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif
kata amplas berkategori verba.
Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun
dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata
amplas, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna
(+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna
(+tindakan) inilah yang menyebabkan kata
kulkas itu dalam kalimat interatif
menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sendok yang memiliki
komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna
(+tindakan) pada kata kulkas itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam
kalimat imperative.
KESIMPULAN
Manusia
tidak dapat lepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk percakapan
sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat
berkomunikasi, saling menyampaikan maksud. Tak hanya dalam bentuk lisan, tentu
saja bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan.
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, dengan bahasa Indonesia kita dapat
menyatukan berbagai ragam suku yang ada di Indonesia, bayangkan saja jika tidak
ada bahasa Indonesia, mungkin kita tidak akan memahami perkataan yang
disampaikan dari suku yang berbeda, misalnya sumatera dan sulawesi, jadi bahasa
Indonesia adalah bahasa yang sangat penting bagi kita namun dengan tidak
meninggalkan bahasa daerah masing-masing, sebagai ciri khas suatu daerah. Demikian
dalam bahasa jawa yang mayoritas digunakan di kota Yogyakarta yaitu Krama inggil, krama inggil adalah cara berbahasa yang
halus di kalangan komunitas Jawa. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Jawa ada
tingkat- tingkat penggunaan bahasa, mulai dari bahasa yang sehari-hari (ngoko),
yang halus (krama madya), dan yang sangat halus (krama inggil). Ini sama dengan
bahasa Jepang, yang juga mengenal unggah-ungguh (tingkat-tingkat dalam cara
berkomunikasi) di antara orang-orang dari status yang berbeda. Misalnya,
biasanya anak muda menggunakan krama inggil apabila harus berbicara dengan
orang yang lebih tua. Jadi, Konversi atau derivasi lazim juga disebut
derivasi zero,transmutasi atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari
sebuah dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain,tanpa mengubah
bentuk fisik dari dasar itu. yang dapat kita pelajari bersama dengan melihat
beberapa data analisis di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar