Kamis, 01 September 2016

Analisis kebahasaan Penduduk Yogyakarta



Morfologi dipakai oleh berbagai cabang ilmu. Secara harfiah morfologi berarti ‘pengetahuan tentang bentuk’ (morphos). Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu. Bunyi yang terdapat diantara morphed dan logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk. menurut Wikipedia adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.
Dalam pembentukan kata bahasa Indonesia terdapat beberapa proses perubahan kata dalam membangun makna  dan arti kata pokok kata itu sendiri. Salah satunya  konversi yang akan dijelaskan dalam analisis berikut ini. Demikian akan dijelaskan proses Konversi yang terjadi pada variasi bahasa daerah  yogyakarta yang saya dapatkan melalui tanya jawab dengan warga Yogyakarta, akan tetapi kata-kata yang diucapkan dalam bahasa Yogyakarta  sangat terbatas dalam kekayaan morfem konversi karena sebagian yang saya temukan berupa kata menggunakan bahasa Indonesia bukan berbahasa jawa Yogyakarta. 
A.    Berikut adalah kosakata nomina yang memiliki komponen makna (+tindakan) yang sangat terbatas Diantaranya:
Kunci                   Amplas
Kikir                     Sikat
Gergaji                 Cangkul
Rantai                   Kupas
Tutup                    Ketam
Kail                       Kapak
Pancing                 Serut
Silet                       Borgol

B.     Analisis  Proses Konversi
Konversi lazim juga disebut derivasi zero, transmutasi, atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain, tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu. Misalnya, kata cangkul dalam kalimat(1) adalah berkategori nomina, tetapi pada kalimat (2) adalah berkategori verba.
Pada bahasa jawa kejawen versi yogyakarta sebenarnya tidak ada yang sama persis dengan peristiwa pengonversian kata seperti pada pemaparan di atas, namun saya membuat kalimat dengan contoh kosakata nomina yang memiliki komponen makna (+tindakan) kemudian saya melakukan tanya jawab dengan orang Yogyakarta.












Kalimat 1 :

(1)                          Kunci dulu rumahmu, agar lebih aman.
Nggriyane sampean kunci disik, amrih luwih aman.
(2)                          Tolong ambilkan kunci di atas meja.
Nyuwun tulung sampean pundhutaken kunci ing nduwur.e mejo.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata kunci berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kunci berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata kunci, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata kunci itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata pintu yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan(- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata pisau itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 2 :

(1)                        Kikir baja itu supaya lebih halus.
Kikiren waja kuwi, amrih luweh alus.
(2)                        Baja akan terasa lebih halus apabila sudah dikikir.
Waja bakal kroso luweh alus, yen wis dikikir.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative  kata kikir berkategori nomina, sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kikir berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata kikir, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata kikir itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata bantal yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata bantal itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 3 :     
           
(1)            Gergaji dulu bambu itu, baru diberi warna.  
Gerajien disik delinge iku, marine iku diwenehi warna.
(2)            Bapak mengambil gergaji di gudang.
Bapak mundhut geraji ing gudang .
   
Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata gergaji berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata gergaji berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata Gergaji, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata gergaji itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata pensil yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (-tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata pensil itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 4 :     
           
(1)            Rantai anjing galak itu, supaya tidak mengganggu.
Ranteen wae asu galak kuwi, ben ra ngganggu.
(2)            Harga rantai itu sangat mahal.
Ajine rante kuwi awis banget.
   
Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata rantai berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata rantai berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata rantai, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata rantai itu adalah kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata boneka yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata boneka itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 5 :

(1)            Tutup tandonnya, agar tidak jadi sarang nyamuk.
Tutuppen tandonne, ben ra dadi sarange nyamok.
(2)            Tutup botol itu terbuat dari plastik.
Tutuppe botol kuwi digawe saking plastik.
   
Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata tutup berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata tutup  berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata tutup, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata tutup itu adalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sepatu yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sepatu itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 6 :

(1)            Kupas dulu kulitnya, baru dimakan
Oncek’en disik kulitte, bar ngunu dipangan.
(2)            Salak kupas itu sudah habis.
Salak oncekane kuwi wis entek .
   
Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata Kupas berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kupas berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata kupas, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+ alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata sikat itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata tas yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata tas itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 7 :

(1)            Segera ketam padi itu, supaya lebih bersih.
Gya di ani-ani gabahe kuwi, ben luweh resik.
(2)            Ketam milik ibu hilang.
Ani-anine Ibu ical.
   
Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata ketam berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata ketam berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata ketam, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata ketam itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sabuk yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sabuk tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 8 :

(1)            Silet karton itu, supaya mudah digunakan.
Siletten karton kuwi, ben gampang digawe.

(2)            Tangan adikku terkena silet hingga luka.
Astanipun adhi kulo kenek’an silet nganti catu.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata silet berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata silet berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata silet, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata silett itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata lipstik yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata lipstik itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 9 :
(1)            Pancing dengan cacing saja, agar cepat dapat ikan besar.
Pancingen karo cacing ae, ben gelis antuk iwak gedhe.
(2)            Bapak dan adik memperbaiki pancing di teras rumah.
Bapha lan adhi ndandani pancing ing mbale.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata pancing berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata pancing  berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata pancing, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata sandal itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata lipstik yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sandal itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.


Kalimat 10 :

(1)            Serut esnya, sudah banyak orang yang mengantri untuk beli.
Serutten es’e, wes akeh wong ingkang baris gawe tumbas.
(2)            Es serut rasa durian memang enak dan segar sekali.
Es serut rasa duren pancen eca lan seger banget.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata serut berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata serut berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata serut, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata serut itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata radio yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata radio itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 11 :

(1)            Borgol saja tangannya, supaya tidak kabur.
Borgollen ae tanganne, ben ra minggat.
(2)            Orang itu membawa borgol kemana-mana.
Tyang niku ten pundi-pundi ngasta borgol.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata borgol berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata borgol berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata borgol, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata borgol itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata kipas yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata kipas itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.
Kalimat 12 :

(1)            Kapak pohon itu karena sudah mengganggu atap rumah.
Kampak’en wit’e amarga wis ngganggu gendhènge griya .
(2)            Sebelum kamu lahir, kapak itu sudah ada di rumah ini.
Sak durunge sampeyan laer, kampak kuwi wis enek ing griya niki.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata kapak berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata kapak berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata kapak, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata kapak  itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sendok yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata sendok itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

Kalimat 13 :

(1)            Amplas kayu itu, supaya tidak melukai jari orang.
Amplasen kayu kuwi, ben ra nglarani drijine uwong.
(2)            Sore tadi kakek meminjam amplas milik ayah.
Sonten wau, simbah ngampil amplasse Bapha.

Dalam kalimat (1) yang bermodus imperative kata amplas berkategori nomina; sedangkan pada kalimat (2) yang bermodus deklaratif kata amplas berkategori verba. Penyebab sebuah nomina tanpa perubahan fisik menjadi sebuah verba, walaupun dalam modus kalimat yang berbeda adalah kata amplas, dan sejumlah kata lainnya disamping memiliki komponen makna (+bendaan) juga memiliki komponen makna (+alat) dan (+tindakan). Komponen makna (+tindakan) inilah yang menyebabkan kata kulkas  itu dalam kalimat interatif menjadi berkategori verbal. Hal ini berbeda dengan kata sendok yang memiliki komponen makna (+bendaan), (+alat) dan (- tindakan). Ketiadaan komponen makna (+tindakan) pada kata kulkas itu tidak bisa digunakan sebagai verba dalam kalimat imperative.

KESIMPULAN

Manusia tidak dapat lepas dari bahasa. Terbukti dari penggunaannya untuk percakapan sehari-hari, tentu ada peran bahasa yang membuat satu sama lain dapat berkomunikasi, saling menyampaikan maksud. Tak hanya dalam bentuk lisan, tentu saja bahasa juga digunakan dalam bentuk tulisan. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, dengan bahasa Indonesia kita dapat menyatukan berbagai ragam suku yang ada di Indonesia, bayangkan saja jika tidak ada bahasa Indonesia, mungkin kita tidak akan memahami perkataan yang disampaikan dari suku yang berbeda, misalnya sumatera dan sulawesi, jadi bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat penting bagi kita namun dengan tidak meninggalkan bahasa daerah masing-masing, sebagai ciri khas suatu daerah. Demikian dalam bahasa jawa yang mayoritas digunakan di kota Yogyakarta yaitu Krama inggil, krama inggil adalah cara berbahasa yang halus di kalangan komunitas Jawa. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Jawa ada tingkat- tingkat penggunaan bahasa, mulai dari bahasa yang sehari-hari (ngoko), yang halus (krama madya), dan yang sangat halus (krama inggil). Ini sama dengan bahasa Jepang, yang juga mengenal unggah-ungguh (tingkat-tingkat dalam cara berkomunikasi) di antara orang-orang dari status yang berbeda. Misalnya, biasanya anak muda menggunakan krama inggil apabila harus berbicara dengan orang yang lebih tua. Jadi, Konversi atau derivasi lazim juga disebut derivasi zero,transmutasi atau transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain,tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu. yang dapat kita pelajari bersama dengan melihat beberapa data analisis di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar